Katolikana.com—Pernikahan akibat hamil di luar nikah (married by accident) menjadi krisis yang perlu perhatian khusus. Kasus ini memprihatinkan karena sebagian besar masih berstatus pelajar.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan angka kasus hamil di luar nikah di Indonesia masih sangat tinggi, jumlahnya mencapai ribuan pelajar.
Kasus terbanyak berada di Tangerang Selatan, Madiun, dan Yogyakarta, yang mencapai 45.589 kasus pada 2022.
Pandangan Kristen
Married by accident merupakan hal yang dilarang dalam pandangan Kristen. Banyak cara penyelesaian yang dipilih oleh korban married by accident, seperti menikah dan aborsi.
Bagi sebagian orang, pernikahan diambil sebagai jalan keluar dan bentuk rasa tanggung jawab kedua belah pihak atas tindakannya.
Meskipun pernikahan merupakan salah satu tujuan diciptakannya manusia, seperti yang tertulis dalam Alkitab bahwa Tuhan Yesus menciptakan manusia untuk memiliki keturunan, “…Beranakcuculah dan bertambah banyak” (Kej 1:28).
Namun, hal ini tetap melanggar arti kekudusan dari sebuah pernikahan, di mana yang seharusnya menikah terlebih dahulu, kemudian beranak cucu.
Menurut Ketua Kelompok Sel (KKS) GBI Keluarga Allah Solo Yohanes Wasito Utomo, pernikahan merupakan sebuah keharusan. Tetapi jika kedua calon mempelai telah melakukan hubungan intim di masa lalu sehingga mengalami married by accident, maka banyak gereja tidak mau melakukan pemberkatan pernikahan.
“Jika dibiarkan terus-menerus, hal ini akan menimbulkan dosa lebih banyak, sehingga kedua pihak yang ingin menikah harus melakukan pertobatan terlebih dahulu agar dapat diampuni,” ujar Yohanes Wasito Utomo.
Setelah dilakukan pertobatan, gereja akan membimbing kedua calon mempelai untuk mengikuti bimbingan pra-nikah selama tiga bulan agar kedua mempelai dapat memahami arti dari sebuah pernikahan itu sendiri.
Pemberkatan pernikahan akan dilakukan ketika kedua belah pihak telah melakukan pertobatan, tetapi pemberkatan dilakukan dengan cara yang berbeda daripada umumnya.
Menurut Yohanes Wasito Utomo, meskipun married by accident merupakan tindakan yang melanggar perintah Tuhan, tetapi anak yang telah dikandung bukanlah suatu kesalahan sehingga harus tetap dilahirkan dan tidak boleh diaborsi.
Sesuai dengan ayat Alkitab, “mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya” (Maz 139:16), artinya setiap anak yang lahir ke bumi, sudah ada dalam rencana Tuhan.
Selain itu, “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah” (Ibr 13:4), artinya setiap manusia harus hidup di dalam kekudusan.
Penyebab Married by Accident
Menurut Yohanes Wasito Utomo, ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan seseorang melakukan married by accident, antara lain:
- Hubungan dengan Tuhan yang jauh, maka tidak memiliki iman yang kuat sehingga beresiko untuk melakukan pelanggaran.
- Kedekatan dengan seseorang secara intim yang berlebihan, memungkinkan untuk melakukan berbagai hal yang tidak baik.
- Komunitas yang tidak baik akan membawa kehidupan menjadi negatif.
Dampak
“Kalau terlanjur hamil ya, dampak positifnya sedikit, lebih banyak dampak negatifnya,” ujar Utomo.
Dampak negatif:
- Hubungan dengan Tuhan renggang sehingga konsekuensi yang harus ditanggung kehilangan kemuliaan Tuhan, bukan menjadi pelaku firman yang baik, ada hambatan hubungan secara pribadi dengan Tuhan.
- Merasa berdosa terus-menerus.
- Hubungan dengan keluarga semakin menjauh.
- Hubungan pribadi karena selalu menghakimi diri sendiri karena perbuatan masa lalu.
Dampak positif:
- Jika menyadari kesalahan dan bertobat, maka akan terjadi pemulihan hubungan dengan Tuhan.
Cara Pertobatan
Seorang korban married by accident harus melakukan pertobatan dan tidak mengulangi perbuatan zinah kembali.
Cara yang dapat dilakukan berdasarkan 1 Pet 4:7a, “Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang,…”.
“Ayo kita harus mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjaga pergaulan komunitas yang baik karena akan memengaruhi perilaku kita di masa depan,” ujar Utomo.
“Banyak cara kehidupan setelah pernikahan agar berkenan di hadapan Tuhan yang tercantum dalam Alkitab,” tegasnya. (*)
Kontributor: Catharina Rosa Aprilysia, mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Katolikana.com adalah media berita online independen, terbuka, dan berintegritas, menyajikan berita, informasi, dan data secara khusus seputar Gereja Katolik di Indonesia dan dunia.